Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Event Menapak Sejarah Kolonial Sukses digelar hasil Kolaborasi Mahasiswa UMM bersama Komunitas History Fun Walk

Jalan kaki kerap dianggap sebagai hal yang melelahkan dan membosankan. Bahkan tak jarang banyak yang menganggap masyarakat kita disebut malas jalan kaki. Akan tetapi, stigma itu seolah patah dalam gelaran History Fun Walk bertajuk MENJARAH Kolonial (Menapak Sejarah Kolonial), Minggu (22/6/2025).

Acara ini diprakarsai oleh mahasiswa Public Relations Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam kelompok Asterio Creative, bersama History Fun Walk Malang. Keduanya sukses mengajak masyarakat menjelajahi jejak bangunan kolonial Belanda dengan konsep wisata yang interaktif dengan jalan kaki.

MENJARAH Kolonial, kata Project Manager Taufiqurrahman.

“Menantang pandangan bahwa masyarakat Indonesia malas berjalan kaki. Membuktikan antusiasme masyarakat untuk berjalan jauh demi mengenal sejarah bangsanya,” jelasnya.

History Fun Walk Malang sendiri merupakan komunitas yang lahir dari kecintaan terhadap bangunan kolonial di Malang.

Awal terbentuk sejak 2023.

“Berawal dari ketertarikan kami terhadap bangunan-bangunan sejarah peninggalan kolonial. Sejak itu kami terus riset dari banyak web termasuk website di Belanda kemudian membuat komunitas walking tour ini,” kata salah satu founder, Yehezkiel Jefferson Halim.

Kegiatan ini dimulai sejak pukul enam pagi di Titik Koma Buring, dekat Hotel Shalimar. Menariknya, peserta disambut hangat dengan topi, voucher, dan bitterballen, makanan khas Belanda. Suasana ini semakin semarak dengan penampilan musik akustik dari Joe Ras Bebas.

Pembukaan resmi berlangsung pukul 07.15. Diwarnai sambutan dari Taufiqurahman, Wakil Laboratorium Komunikasi UMM Arum Martikasari, Founder History Fun Walk Malang Yehezkiel Jefferson Halim, dan Kartika Chandra Hapsari selaku Marketing Manager The Shalimar Boutique Hotel.

Bukan pukulan gong atau sekadar pukul mic tiga kali. Memukul sendok ke gelas jadi tanda dimulainya napak tilas sejarah.

Peserta kemudian dibagi menjadi dua sesi. Perjalanan dimulai naik angkot menuju Kolase Santo Yusuf, lalu berjalan kaki menyusuri Jalan Kartini hingga Rumah Budaya Ratna. Di sini peserta menikmati pembacaan puisi karya Ratna Indraswari Ibrahim dan menyaksikan live lukis dari seniman Koncosket.

Perjalanan dilanjutkan ke Frater School yang penuh cerita sejarah. Sebelum akhirnya menuju Hotel Shalimar, salah satu ikon arsitektur kolonial Malang.

Tak hanya wisata sejarah, acara ini juga jadi ruang kolaborasi seniman Malang. Saat kembali ke Titik Koma Buring, peserta disambut pameran lukisan bangunan kolonial hasil kolaborasi Koncosket dan Skendekene, photobooth tematik, serta hidangan penutup rhum raisin.

Event ini sekaligus menjadi wadah pembelajaran bagi Asterio yang notabene adalah mahasiswa.

Dituturkan Taufiqurrahman, menjaga sejarah tidak bisa dengan berkompetisi.

“Harus ada sinergi dan kolaborasi antar sesama komunitas dan stakeholder lainnya,” tutupnnya.

penulis : Muh Taufiqurrahman

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *