Anggota Komisi B DPRD Makassar, Basdir, mengkritik addendum perjanjian kerja sama pengelolaan Pasar Sentral dengan PT Melati Tunggal Inti Raya (MTIR), yang menurutnya tidak transparan dan merugikan Pemerintah Kota Makassar serta pedagang kecil. Basdir menilai bahwa perjanjian kerja sama yang ditandatangani pada 2017 dilakukan tanpa keterbukaan dan tanpa melibatkan Wali Kota saat itu.
“Dulu perjanjiannya dibuat begitu saja tanpa transparansi. Ini jadi pertanyaan besar,” tegas Basdir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pasar Sentral, Selasa (25/3/2025).
Dia juga mengkritik kebijakan pemindahan paksa pedagang ke Pasar Sentral, meskipun kapasitas pasar dinilai sangat terbatas. Dia menjelaskan bahwa luas pasar hanya sekitar 120 x 100 meter, sementara jumlah kios yang semula 700 unit dalam SK 91 bertambah menjadi 900 unit, tetapi hingga kini banyak kios yang masih kosong.
“Ada kios yang ukurannya cuma 1×1 meter, seukuran WC. Ada juga yang hanya 2×2 atau 2×3 meter. Kalau saya dipaksa pun, tidak mungkin mau jualan di tempat sesempit itu,” ungkapnya.
Dia juga menyoroti masalah setoran parkir yang dinilai tidak wajar. Menurutnya, setoran parkir di pasar lain bisa mencapai Rp15 juta per bulan, sementara dalam dua tahun terakhir, setoran dari Pasar Sentral hanya Rp2 juta per bulan.
“Ini aneh. Harusnya ada setoran harian yang jelas. Kalau cuma Rp2 juta per bulan, jelas ini merugikan pemerintah kota. Padahal, kita juga mau berdayakan anak-anak yang bekerja sebagai juru parkir,” ujarnya.
Selain itu, Basdir juga mengkhawatirkan nasib pedagang kecil yang terdampak kebijakan pengelolaan pasar ini.
“Kasihan mereka. Pasar yang dulu strategis, sekarang jadi begini. Kalau ini terus berlanjut, siapa yang mau bertanggung jawab?” katanya.
Basdir mendesak Pemerintah Kota Makassar untuk segera mengevaluasi perjanjian tersebut, agar pengelolaan Pasar Sentral dapat lebih berpihak pada kepentingan pedagang kecil dan tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.