TENGGARONG – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memperkuat upaya preventif terhadap berbagai bentuk kekerasan seksual, terutama kasus incest yang kian marak terjadi di lingkungan keluarga. Melalui pendekatan lintas sektor dan komunitas, DP3A Kukar bertekad membangun sistem perlindungan yang lebih responsif dan menjangkau hingga ke tingkat akar rumput.
Plt Kepala DP3A Kukar, Hero Suprayetno, menyatakan bahwa meningkatnya kompleksitas persoalan keluarga saat ini menuntut perhatian serius, khususnya dalam hal kekerasan terhadap anak dan perempuan di ranah domestik. Ia menyoroti bahwa kekerasan seksual yang terjadi di dalam keluarga—termasuk incest—bukan lagi kasus yang tersembunyi, melainkan sudah menjadi fenomena yang mulai terbuka dan mengkhawatirkan.
“Kasus incest sekarang makin banyak terungkap, dan ini menjadi alarm penting bagi kita semua. Karena itu, kami fokus pada penguatan pencegahan, baik melalui layanan pendampingan langsung maupun edukasi masyarakat,” tegas Hero, Rabu (9/7/2025).
Ia menambahkan, berbagai bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga umumnya bermula dari konflik internal, mulai dari masalah komunikasi, tekanan ekonomi, hingga ketimpangan peran gender dalam keluarga. Dalam kasus-kasus inses, korban yang terlibat umumnya masih berusia anak-anak dan sangat rentan secara psikologis maupun sosial.
Salah satu kasus yang baru-baru ini ditangani DP3A Kukar melibatkan anak di Kecamatan Sangasanga yang terseret dalam distribusi konten pornografi. Kasus ini menjadi bukti bahwa tanpa edukasi dan pendampingan yang memadai, anak-anak dapat terjebak dalam situasi berbahaya, terutama di era digital yang serba terbuka. “Kami punya unit layanan konseling dengan tenaga psikolog profesional. Layanan ini kami berikan secara gratis untuk memastikan pemulihan korban berjalan optimal,” jelas Hero.
Tak hanya menunggu laporan masuk, DP3A Kukar kini memperkuat strategi berbasis komunitas. Melalui kemitraan dengan kelompok Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), organisasi perempuan berbasis keagamaan, serta tokoh masyarakat, pihaknya membentuk simpul-simpul komunikasi di berbagai kecamatan. Tujuannya adalah menjadikan para anggota komunitas ini sebagai agen perubahan sekaligus perpanjangan tangan pemerintah dalam menyebarkan pesan-pesan perlindungan anak dan perempuan.
“Perempuan kepala keluarga sangat rentan karena memikul peran ganda. Maka kami libatkan mereka secara aktif agar bisa menjadi agen edukasi dan pencegahan di lingkungan masing-masing,” katanya. DP3A juga menilai bahwa kekuatan komunitas menjadi instrumen penting dalam mendeteksi dini dan merespons cepat bila terjadi kasus kekerasan.
Melalui pendekatan ini, DP3A Kukar juga menargetkan terbentuknya lebih banyak pendamping di setiap kecamatan. Pendamping tersebut akan berperan sebagai pelapor, pelindung, sekaligus fasilitator layanan psikososial bagi warga yang terdampak.
Hero berharap, kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan tokoh masyarakat dapat menjadi fondasi kuat dalam mengurangi angka kekerasan domestik, terutama kasus incest yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka.
“Anak-anak dan perempuan di Kukar harus kita jaga bersama. Kami hadir bukan hanya saat ada kasus, tapi juga berupaya mencegah agar kasus tidak terjadi. Layanan psikologis pun kami buka tanpa biaya, agar tidak ada hambatan bagi masyarakat yang butuh pertolongan,” pungkasnya.
Dengan penguatan edukasi, pendampingan, dan keterlibatan aktif komunitas, Kukar terus bergerak membangun ketahanan keluarga yang inklusif, aman, dan bebas dari kekerasan.







