Penahanan ijazah dua murid TK Tunas Muda di Makassar tidak hanya menjadi sorotan DPRD, tapi juga berdampak langsung pada kondisi psikologis anak dan orang tua. Beberapa orang tua mengaku merasa khawatir dan stres karena anaknya belum bisa mendapatkan ijazah, dokumen penting untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Rahmawati, salah satu orang tua, mengaku anaknya menjadi cemas saat menunggu ijazah. Dia pun turut mengalami hal serupa.
“Anak saya bertanya kenapa ijazahnya belum bisa dibawa pulang. Dia sampai bingung dan sedih,” kata Rahmawati. Ia menambahkan, sebagai orang tua, dirinya juga merasa tertekan harus bolak-balik mengurus ijazah ke sekolah dan Dinas Pendidikan.
Psikolog anak, Dr. Fitri Handayani, menjelaskan bahwa penahanan dokumen sekolah dapat menimbulkan perasaan cemas dan tidak aman pada anak. “Anak-anak usia TK masih sangat sensitif. Jika hak mereka, seperti ijazah, ditahan, mereka bisa merasa bersalah atau berpikir mereka melakukan kesalahan,” ujar Dr. Fitri.
Dampak jangka pendek yang biasanya terlihat antara lain, anak menjadi mudah menangis atau rewel, kehilangan semangat belajar atau bermain di sekolah, merasa cemas ketika orang tua sedang membicarakan ijazah.
Sementara itu, dampak jangka panjang bisa berupa ketidakpercayaan terhadap institusi pendidikan dan pembentukan pola pikir negatif soal hak mereka sebagai murid.
Kasus ini menambah tekanan bagi orang tua, terutama yang ingin memastikan anaknya bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah dasar tanpa hambatan administrasi.
“Kami hanya ingin ijazah anak kami diberikan sesuai haknya, tanpa harus merasa disalahkan,” kata Rahmawati.
DPRD Makassar, melalui Komisi D, menegaskan akan menelusuri kasus ini lebih lanjut dan meminta Disdik bertindak tegas agar hak murid tidak dirugikan, sekaligus mencegah tekanan psikologis yang lebih besar pada anak.
