TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus menunjukkan keseriusannya dalam menjamin hak dasar masyarakat atas tempat tinggal yang layak. Melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim), Kukar menegaskan komitmen tersebut dengan menjalankan program relokasi sebagai bagian dari pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang perumahan.
Relokasi hunian ini difokuskan untuk warga terdampak bencana alam, seperti banjir, longsor, angin puting beliung, hingga abrasi yang menyebabkan rumah mereka tidak lagi layak huni. Plt Kepala Disperkim Kukar, M. Aidil, melalui pejabat fungsional Teknik Tata Bangunan dan Perumahan, Rina Parliani, menegaskan bahwa pelaksanaan SPM bukan sekadar program bantuan, melainkan kewajiban pemerintah daerah yang harus dijalankan secara sistematis dan berkelanjutan.
“Relokasi rumah bagi korban bencana adalah bentuk konkret pelaksanaan SPM perumahan. Ini bukan lagi sekadar pilihan, tetapi kewajiban negara untuk memastikan warganya hidup dalam hunian yang aman dan layak,” terang Rina, Kamis (3/7/2025).
Setiap proses relokasi dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kukar. Rekomendasi ini menjadi dasar penghitungan kebutuhan unit relokasi, sekaligus sebagai bentuk sinergi antarperangkat daerah dalam menangani dampak bencana secara terukur dan terarah.
Pada tahun 2024, Pemkab Kukar mengalokasikan relokasi bagi sedikitnya 94 rumah yang rusak berat akibat bencana, termasuk di Desa Muara Pedohon, Kecamatan Tabang, dan Desa Muai, Kecamatan Kembang Janggut. Untuk Muai, relokasi menyasar 15 rumah warga yang terdampak abrasi sungai dengan risiko kerusakan berulang. Lokasi ini menjadi prioritas karena situasi geografisnya yang cukup rawan.
“Setiap rumah yang direlokasi telah melalui verifikasi dan analisis risiko, serta dihitung berdasarkan kebutuhan keluarga. Tujuan akhirnya bukan sekadar bangunan baru, tapi kehidupan baru yang lebih layak dan bermartabat,” jelas Rina.
Pelaksanaan SPM ini juga mencakup aspek penting lainnya, yakni sosialisasi. Disperkim Kukar memastikan bahwa masyarakat terdampak terlibat aktif dalam setiap tahapan, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Sosialisasi tidak hanya memberi informasi, tapi juga menjaring aspirasi dan membangun kesepahaman agar proses relokasi berjalan tanpa hambatan sosial.
“Kami tidak ingin warga sekadar menerima, tetapi ikut merasa memiliki proses relokasi ini. Maka sosialisasi menjadi bagian tak terpisahkan dari indikator pelaksanaan SPM,” lanjutnya.
Disperkim menekankan bahwa keberhasilan program ini tidak hanya dilihat dari jumlah rumah yang dibangun, tetapi juga dari kualitas proses dan dampak jangka panjangnya terhadap kehidupan warga. Relokasi yang dilakukan bukan hanya mengganti rumah yang rusak, tetapi juga membangun kembali harapan masyarakat untuk hidup dengan aman, sehat, dan bermartabat.
Program ini juga selaras dengan visi besar Pemkab Kukar dalam mewujudkan Kukar Idaman Terbaik, di mana layanan dasar menjadi prioritas utama dan dijalankan secara adil, responsif, dan menyeluruh.
“Dengan adanya SPM, kami memiliki indikator yang jelas bahwa pemerintah hadir untuk masyarakat, terutama dalam kondisi paling rentan. Kami tidak sekadar membangun rumah, tetapi melindungi kehidupan,” pungkas Rina.
Upaya ini membuktikan bahwa Kukar tidak hanya membangun infrastruktur, tapi juga meletakkan pondasi keadilan sosial melalui program-program yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat paling mendasar.







